MENANGGAPI ARTIKEL OLEH ARFAN RAMANDA
Nama : Arfan Ramanda(20220410007)
Kelas : PPBIC-2022-02(PBI-1B)
Mata Kuliah: Landasan Pendidikan
Dosen : Dr. Fahrus Zaman Fadhly, S.Pd., M.Pd.
Invited Colonialism - Penjajahan yang Diundang
Oleh : Malika Dwi Ana
(gambar oleh: www.republika.com)
Saat VOC dibentuk pada tahun 1602, belum ada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang ada hanyalah kerajaan-kerajaan di wilayah cikal bakal Indonesia. Saat masuk ke wilayah Nusantara, VOC membuat perjanjian dan kerjasama dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara ini.
Seperti dahulu Amangkurat I yang terguling oleh pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Amangkurat I saat itu terpaksa pergi ke barat, ke wilayah Tegal hingga kemudian meninggal disana.
Penerus Amangkurat I kemudian meminta bantuan VOC. Adipati Anom, penerus Raja Amangkurat adalah raja pertama yang dipilih dan dilantik Belanda. Dan tentu saja tidak ada makan siang gratis. Permintaan bantuan pada VOC itu meminta sejumlah imbalan sebagai timbal baliknya jika berhasil mengembalikan kerajaan. Akhirnya, berkat bantuan VOC Trunojoyo berhasil ditangkap dan dihukum penggal kepala. Selain itu raja penerus Amangkurat I juga memberikan konsesi dagang hingga memberikan wilayah pesisir Jawa.
Hal demikian juga dilakukan Raja Pakubuwono II yang meminta bantuan VOC, ia lari ke Jawa Timur dan minta tahtanya di Jawa Tengah dikembalikan. Jika VOC berhasil mengembalikan tahtanya, maka wilayah Jawa Timur akan diberikan pada VOC. Hal yang sama terjadi juga di Makassar, ada Aru Palaka versus Raja Bugis. Di Ternate dan Tidore. Di Blambangan Banyuwangi, yang pernah dijajah Bali. Jadi konlik politik dengan sesama anak bangsa itu akhirnya mengundang keterlibatan asing (VOC).
Karena VOC adalah perusahaan dagang profesional skala dunia, maka VOC tidak mau bila hanya diberi janji sekedar ucapan. Janji itu haruslah tertulis hitam diatas putih. Sejak 1602 hingga 200 tahun setelahnya, VOC selalu menggunakan perjanjian hitam diatas putih. Semua arsip perjanjian konsesi dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara itu didapat dengan cara yang legal, bertanda tangan. Semua perjanjian VOC itu dibukukan hingga 7 seri dan sekarang masih disimpan di Arsip Nasional dan Belanda.
Jadi, apa yang terjadi di Indonesia selama 350 tahun itu diistilahkan sebagai 'Invited Colonialism', penjajahan yang sengaja diundang dan dipersilakan. Karena sering dimintai tolong menumpas rival-rival kerajaan itu membuat VOC akhirnya memiliki aset dan konsesi dagang yang signifikan di Nusantara.
Karena kepentingan VOC adalah berdagang, mencari rempah-rempah dan hasil alam, berpikir juga jika perang terjadi terus-terusan secara berlebihan, dikhawatirkan tak akan ada lagi yang menanam rempah-rempah dan hasil alam. Maka untuk menciptakan keadaan damai, atas campur tangan VOC, kerajaan yang diperebutkan akhirnya dibagi-bagi pada pihak yang berkonflik agar terjadi win-win solution untuk meredam konflik internal. Kerajaan yang dibagi itu salah satu contohnya adalah kerajaan Mataram, yang dibagi antara Hamengkubuwono, Pakubuwono dan Mangkunegaran.
Melalui cara transaksi perdagangan, VOC melakukan transaksi individual dengan raja dan sultan di Nusantara pada awalnya. Tetapi kemudian menjadi berambisi untuk menguasai karena kerajaan-kerajaan itu mudah dihasut dan diadu domba jika menyangkut tahta.
Pada abad ke-16 itu ratusan kerajaan di Nusantara sudah tidak terikat lagi dalam satu payung. Di Jawa pun sejak awal abad ke-16 terjadi penggempuran oleh Demak terhadap kerajaan yang berbasis pribumi. Ketika Mataram Panembahan Senopati bangkit, Kalimantan hingga pulau-pulau yang ada di timurnya dan timur Jawa berhasil disatukan. Panembahan Agung Hanyakrakusuma lalu melakukan penyerangan kepada VOC di Batavia pada 1628 dan 1629 meski gagal. Kegagalan ini yang membuat VOC akhirnya bisa menguasai Nusantara totally.
Dengan bangunan kedatuan, kerajaan, dan kesultanan yang sudah dipecah-belah oleh penjajah yang awalnya menggunakan taktik dagang, maka ajaran untuk menjadi landasan hidup manusia di Nusantara hancur berantakan. Pada mulanya sejarah mencatat sejak awal Masehi tak ada pertikaian antara sub-etnik di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Nusa Tenggara. Demikian juga tidak terjadi pertikaian antar sub-etnik di pulau-pulau tersebut.
Dengan adudomba dan undangan untuk terlibat dalam konflik internal kerajaan-kerajaan itu, pihak penjajah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan yang sudah diajarkan dalam lontar-lontar kuno. Penjajah menyusup ke kedatuan, kerajaan, dan kesultanan, dan mulai memasukkan nilai-nilai yang menguntungkan penjajah, dan melupakan nilai-nilai asal (lokal).
Akar nilai-nilai Pancasila selayaknya disaripatikan dari nilai-nilai yang ada pada lontar-lontar kuno yang berserakan di negeri ini. Barulah bagian yang bersifat norma dan persepsi yang melahirkan perilaku bisa diakulturasikan dan diasimilasikan dengan nilai-nilai yang berasal dari manca. Inilah yang dinamakan sebagai dinamika budaya. Jika kita langsung menerima budaya manca dan melupakan nilai-nilai yang ada pada budaya sendiri, maka cepat atau lambat bangsa ini akan tercerabut dari asalnya, dan akhirnya tidak mengetahui lagi jati dirinya seperti sekarang ini.
Suatu bangsa yang telah meninggalkan budaya asalnya mustahil akan bisa bangkit lagi di dunia, karena akar yang menjadi penyebab hidupnya suatu bangsa itu telah mengering dan mati. Ajaran manca hanya bisa diakulturasikan atau diasimilasikan dengan lapisan tengah.
Kisah sejarah begini sayangnya tak pernah dimunculkan dalam buku-buku sejarah kita. Bahwa sejarah pernah mencatat tentang kebiasaan larut dalam konflik politik internal, seneng tawuran dan rebut bener di kalangan sendiri hingga melupakan ajaran-ajaran luhur pada lontar-lontar kuno. Konflik-konflik internal ini yang pada waktunya mengundang intervensi asing. Pola yang sama itu kini sedang terjadi, diulang-ulang terus sepanjang jaman.
Saat Indonesia memasuki krisis ekonomi, pemerintah meminta bantuan Bank Dunia, IMF untuk meminta talangan dana, saat krisis kesehatan aka pandemi meminta campur tangan China juga, demikian juga dengan pembangunan IKN, kereta api cepat dan segenap infrastruktur gila-gilaan karena ambisi presiden, semuanya melibatkan pihak asing sebagai investor yang pada gilirannya menggerus kedaulatan kita. Jadi kapan nyadarnya untuk berpikir sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat??
Yang didoktrinkan dalam buku-buku sejarah adalah selalu playing victim, merasa sebagai bangsa yang menderita akibat 350 tahun dijajah. Tidak pernah sekalipun memberikan gambaran tentang konflik internal maupun pergulatan ideologi yang terus saja terjadi. Tidak pernah mengajak segenap anak bangsa untuk melihat ke dalam diri dan melakukan introspeksi. Senengnya menempatkan diri hanya sebagai obyek penderita dari segenap masalah bangsa yang hingga kini tak jelas jalan keluarnya. Bahwa semua ini terjadi karena semata oleh kemaruk kekuasaan para pendahulu-pendahulu kita yang disebut nenek moyang. Kemaruk kekuasaan yang menyebabkan permusuhan sesodara sebangsa.
Kelemahan yang tidak pernah disadari ini menjadikan bangsa ini mengulang-ngulang kesalahan sejarah yang sama.
Padahal sudah ada pengingat bahwa crah agawe bubrah, rukun agawe sentosa; pertengkaran membuat kerusakan, persatuan(kerukunan) membuat bangsa kuat, tapi tetap saja seneng gontok-gontokan, bertukar bully dan saling maki antar kubu dengan sebutan kadrun dan cebong entah sampai kapan berakhirnya.(mda)
Kopi_kir sendirilah! abad.id
#merawatkesadaran #merawatjatidiri #abadid
TANGGAPAN SAYA MENGENAI ARTIKEL INI:
Perkenalkan nama saya Arfan Ramanda(20220410007) dari kelas PBI-1B(PPBIC-2022-02) akan menanggapi artikel diatas yang ditulis oleh Malika Dwi Ana mengenai Invited Colonialism - Penjajahan yang diundang dalam rangka mengerjakan tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan. Jadi seperti yang kita tahu bahwa negara Indonesia kita ini memiliki banyak sejarah. Mulai dari sejarah kerajaan-kerajaan Indonesia, sejarah penjajahannya, hingga sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga bisa menjadi seperti ini, dan salah satu yang akan saya tanggapi adalah mengenai VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie.
Vereenigde Oostindische Compagnie(VOC) merupakan kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda pada tanggal 20 Maret 1602. VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia.Pada awal berdirinya, VOC dipimpin oleh Gubernur Jenderal Pieter Both. Dia memiliki tugas untuk mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Tujuan dibentuknya VOC untuk melindungi perdagangan Belanda baik antar sesama pedagang Belanda maupun bangsa-bangsa Eropa dan Asia lainnya.
Apa yang terjadi pada Indonesia di 350 tahun tersebut memanglah benar apa yang dikatakan penulis bahwa saat itu patut diistilahkan sebagai 'Invited Colonialism' atau penjajahan yang sengaja diundang dan dipersilakan, dan saya setuju akan hal itu, karena memang kerajaan di Indonesia pada saat itu sering meminta tolong kepada VOC untuk menumpas rival-rival kerajaan sehingga membuat VOC memiliki aset dan konsesi dagang yang signifikan di Nusantara. Namun dampak positifnya adalah dari periode kekuasaan dan monopoli di Indonesia bagi bangsa Indonesia sendiri adalah menempatkan hasil bumi indonesia, terutama rempah-rempah sebagai komoditi yang sangat laku di pasaran Eropa sehingga semakin mudah untuk diperdagangkan.
Indonesia ini dari dulu hingga sekarang memang tidak pernah belajar dari kesalahan, sehingga apa yang dikatakan penulis pun saya sangat setuju bahwa Indonesia sering mengulang kesalahan yang sama dan itu menjadi kelemahan yang tidak pernah disadari oleh bangsa kita ini, tentu ini merupakan hal yang buruk bagi kita dan sangat disayangkan. Kemudian apa yang dikatakan penulis diatas selanjutnya memang benar dan saya setuju bahwa kisah sejarah begini sayangnya tak pernah dimunculkan dalam buku-buku sejarah kita dan yang didoktrinkan dalam buku-buku sejarah adalah selalu playing victim, merasa sebagai bangsa yang menderita akibat 350 tahun dijajah. Tidak pernah sekalipun memberikan gambaran tentang konflik internal maupun pergulatan ideologi yang terus saja terjadi. Tidak pernah mengajak segenap anak bangsa untuk melihat ke dalam diri dan melakukan introspeksi, dan saya harap kedepannya Indonesia ini bisa menjadi lebih baik lagi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama : Arfan Ramanda(20220410007)
Kelas : PPBIC-2022-02(PBI-1B)
Mata Kuliah: Landasan Pendidikan
Dosen : Dr. Fahrus Zaman Fadhly, S.Pd., M.Pd.
Komentar
Posting Komentar